Selasa, 04 September 2012


SIMPHONY KINCIR
Perpisahan tidak selalu berakhir dengan luka dan putus asa. Yakinlah jika segala hal  yang diawali dengan sesuatu yang baik, pasti akan berakhir dengan baik. Berawal dari perkenalanku dengan seorang anak laki - laki bernama Lian di sebuah taman kota. Anak ini seumuranku denganku.
                “Hey,” Sapa seorang anak laki-laki.
Aku hanya membalasnya dengan senyum simpul tanpa arti.
                “Aku Lian, boleh aku tahu namamu?”  Tanyanya.
                “ Aku Rona “ jawabku singkat.
                “Hey Rona,bidadari yang baru saja jatuh di hadapanku” ujarnya.
Sekali lagi aku hanya membalasnya dengan senyuman, karena aku belum kenal dengan anak ini. Tapi, sepertinya anak ini adalah anak yang baik. Dari caranya berbicara tentu orang akan tahu bahwa, dia ini seseorang yang berpendidikan.
                Hari ini kelasku kedatangan murid  baru. Dari wajahnya sendiri, Aku seperti menganalnya. Ooo… ternyata benar, dia ini Lian. Anak yang kutemui di taman.
                “Hey Lian,” sapaku.
                “Hey juga,” jawabnya.
                “ Kamu Rona, sekolah di sini juga?” tanyanya.
                “Ya begitulah” jawabku.
Lian ini ternyata asli Palembang. Dia pindah ke Yogyakarta, karena orang tuanya dipindah tugaskan ke daerah Merapi. Karena dia adalah murid baru, maka Pak haris menyuruhku untuk mengajaknya bergabung dengan kelompok belajar ku. Jadi,  kami berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Alangkah indanhya jika, Negara ini kaya akan bahasa. Iya bukan,?”
                Target pembuatan makalah ini adalah sebulan. Tema pendidikan yang di rencanakan, mudah-mudahan akan segera dirampungkan. Bagaikan seorang journalist atau wartawan. Makalah ini dibuat berdasarkan kenyataan. Dan dari hasil pengamatan kami terbukti bahwa, pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Kesadaran akan pentingnya  pendidikan belum tertanam dalam benak mereka. Hal inilah yang tentu saja akan berampak pada pemanfaatan sumber daya alam. Sumber daya alam yang tidak bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya, menjadikan Indonesia adalah Negara yang bergantung pada barang - barang import. Sehingga lapangan pekerjaan yang bisa diciptakan sedikit.dan hal inilah yang menjadi alasanutama, penyebab menjamurnya pengangguran dimana-mana. Sayang bukan, jika emas harus tertimbun dengan lumpur.
Minggu ini rencananya Panji akan mengajak kami ke tempat  warga desa yang masihterbelakang di daerah Merapi. Karena waktu pembuatan makalah ini hanya tinggal seminggu jadi Panji, Sang ketua menyuruh kami  untuk berbagi tugas. Panji menyuruhku agar satu regu dengan lian dan gauma. Karena Lian sekarang tingggal di Merapi, mungkin kita bisa lebih leluasa membuat makalah ini.
                “Lian kamu tahu sungai  terdekat di sini?” tanyaku.
                “Untuk apa sih ron?” gauma balik bertanya.
                “Udah lihat saja nanti!” jawabku.
“ Iya, aku tahu.  Di desa ini ada sungai Opak. Tapi kita harus berhati-hati akses menuju sungai itu sangat berrbahaya “ Gauma menjelaskan.
                “Shiiip,” jawabku.
Tak lama kemudian Aku, Lian dan, Gauma sampai di sungai Opak, letaknya memang tak jauh dari rumah Lian. Tapi jalanan yang licin sering kali menghambat perjalanan kami.
                “Rona, ini sungai opaknya”ujar Lian.
                “Nah, ron sekarang kita mau ngapain?” Tanya Gauma.
                “jadi, di sini kita akan berusaha memberdayakan warga di sini” jelasku.
                “Caranya gimana?” tanya Lian.
                “gini, di sungai ini kita akan merakit sebuah kincir. yang kemudian dari kincir ini menghasilkan      energi gerak, yang akhirnya akan kita rubah menjadi energi listrik melalui generator, lalu kita             alirkan listrik-listrik ini pada warga yang membutuhkan” jelasku.
                “emang bisa?” Tanya Gauma tak yakin.
                “Kemungkinan keberhasilan kita sangat besar. Melihat arus sungai yang deras dan debit air         yang tinggi” jelasku seraya mengamati keadaan sungai.
Sebelum kami merakit kincir, kami harus konfirmasi pada Panji terlebih dahulu, bagaimanapun juga, Panji adalah Sang ketua. Jadi, dia yangmemegang  tanggung jawab terbesar atas apa yang akan kami lakukan.
                Persetujuan Panji sudah dilayangkan, kepala desa sini juga sudah mengizinkan. Itu berarti rencana kami membuat kincir akan segera dilaksanakan. Kali ini panji menyuruhku untuk bertukar regu. Dia meminta agar Gauma dengannya, dan Echa denganku sampai kincir selesai dibuat. Sebenarnya aku mengerti betul alasan mengapa kami harus bertukar regu. Rasa pesimis pada diri Gauma tentu akan menghambat rencana ini. Lain halnya dengan Echa meski kurang dalam kelas, tapi gadis berjilbab ini anak yang pekerja keras.
                “Ron, kita mulai dari mana?” Tanya Panji
                “Hemmb. Kita pasang tali melintangi sungai untuk membantu pekerjaan ini” jawabku
                “WOW!!!... apa ini?” jerit Echa mengagetkan
                “keren!” aku meramaikan
                “Ini, seperti kode-kode rahasia yang sering di gunakan dalam agen rahasia pengintai pada                            perang dunia I, dan II, kode ini adalah kode milik agen pengintai Ratu Elizabeth. Ujar Lian                     menjelaskan
                “Aku belum mengerti” ujar echa.
                “Kemungkinan besar kode ini dibuat pada saat Inggris berkuasa di Indonesia, pada masa               kekuasaan Raffles” Lian kembali menjelaskan.
“Sepertinya kita harus memberitahukan hal ini pada ayahmu. Ayahmu kan bekerja dalam bidang ini” saranku.
“Kau betul ron” jawab Lian.
“Sementara biarlah aku, dan Echa yang mengerjakan kincir ini”ujarku sembari melihat Echa
Aku dan Echa melanjutkan pembuatan kincir tanpa Lian. Sebenarnya ini tidak perlu kita lakukan dalam penyusunan makalah. Tapi, Karena warga di desa ini masih jarang yang mendapatkan aliran listrik hati kami jadi tergugah. Dahulu Indonesia adalah macan. Macan yang mengaum menggelegar di Asia. Tapi, sekarang semua itu tinggal cerita. Jika aku besar nanti, kan bangunkan sang macan, kan ku bawa garuda tuk membentangkan sayap perkasanya, dan kan kubuktikan bahwa Indonesia itu nyata.
                Kincir angin berhasil dibuat. Kami serahkan kewenangan atas kincir angin sepanuhnya pada warga desa sini. Dan Panji  pun senang karena, justru dari kincir itu makalah berhasil diselesaikan. Jadi kami tinggal menyiapkan diri untuk presentasi karena, ini adalah nilai untuk satu semester. Tapi Lian, aku tak tahu apa yangterjadi pada anak ini karena penemuan  kode rahasia itu dia jadi berubah.
“Lian, kamu kemarin kenapa tidak ikut memperbaiki kincir?” tanyaku
“aku sibuk, lagipula itu takkan berpengaruh pada makalah kita!” jawabnya.
“kamu salah, berkat kincir itu makalah kita selesai” ujar Panji.
“ya sudah, sekarang kalian maunya apa?” Tanya Lian
“ eh, jangan nyolot dong. Kemarin kemana waktu kita nyusun makalah?”.
“ udah aku bilang aku sibuk” jawabLian.
“gak bisa gitu dong. Inikan tugas kelompok” Ujar Echa.
“ ya sudah tak apa-apa, Lian kamu bersiap  saja untuk presentasi” ujar Panji.
                Nampaknya Echa dan, Gauma sudah sangat kesal dengan Lian. Sepertinya mereka merencanakan sesuatu, dan sayangnya aku tak tahu apa itu. Siang ini Lian mengajak kami untuk menyiapkan hal-hal untuk presentasi di rumahnya, dan mengunjungi kincir yang kami buat.
                “teman-teman, kincir ini memang sangat bermanfaat ya!” ujar panji.
                “betul, warga di sini jadi terbantu.” Lian meramaikan.
Di sela-sela perbincangan kami, tiba-tiba Echa dan Gauma menyenggol Lian hingga jatuh ke sungai. Karena sugainya tidak begitu dalam Lian dapat bangkit lagi. Namun, karena arusnya lumayan deras kami membantunya. Sayangnya, belum saja kami berhasil menolongnya generator kincirnya rusak. Sehingga, aliran listrik yang ada di dalamnya tertumpah pada aliran sungai. Lian yang ada di dekatnya menjadi korban setruman dan akhirnya tak sadarkan diri. Kami membawanya pulang ke rumah dengan dibantu warga sekitar, karena Lian tak kunjung sadarkan diri orangtuanya membawanya ke rumah sakit terdekat. Aku yang sedari tadi membawa tasnya akhirnya memberanikan diri untuk membuka tasnya. Aku melihat sebuah Flash Disk bewarna hitam. Karena, penasaran aku pun mengambilnya.
                Senja sudah mulai menampakkan wajahnya. Namun, Lian masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit. Aku  dan yang lain akhirnya berpamitan dengan orang tua Lian untuk segera pulang. Sesampainya di rumah Aku pun teringat dengan Flash Disk milik Lian. Tak ku sangka perubahan sikap Lian selama ini karena tertekan. Karena penemuan itu, orang tua Lian jadi sibuk terutama ayahnya. Lian merasa terabaikan dengan ambisi ayahnya untuk menjadi sejarawan terkenal. Meskipun terlihat sabar dan penyayang ayah Lian orangnya keras. Begitu pula ibunya dia berkeinginan untuk menjadikan Lian agar bisa seperti dirinya, selalu berhasil dalam eksperimen-eksperimen yang menakutkan meskipun Lian tak mau itu.  Lian juga telah menyelesaikan power point untuk presentasi. Jadi, anggapan teman-teman selama ini salah. Sungguh ini adalah perbuatan dosa.
                Keesokkan harinya di sekolah Aku dan teman-teman mendapat kabar dari wali kelas kami bahwa ,Lian telah meninggal. Lengkap sudah penyesalan kami  kali ini. Terutama Echa dan Gauma. Aku pun menjelaskan pada teman-teman tentang Lian. Kami pun menangis bersama , kami merasa sangat kehilangan. Tapi, kita masih punya tugas. Karena di dokumennya kemarin Ia ingin organ tubuhnya didonorkan kepada orang yang membutuhkan, bukan untuk eksperimen menakutkan oleh Ibunya. Dan akhirnya Ibunya pun mau mengerti. Tunai sudah tugas kami. Terima kasih Tuhan karena, kau telah mengirimkan ku malaikat, kini sayapnya telah patah yang menjadikan Ia gugur dalam senyuman. Seberkas cahaya akan mengiringinya wahai malaikat tak bersayap.
SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar